Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan pengembangan ekonomi hijau akan berdampak positif terhadap ekonomi Indonesia. Berdasarkan perhitungannya, sektor ekonomi hijau mampu berkontribusi pada Produk Domestik Bruto hingga Rp 2.943 triliun.
“Kalau begini-begini saja, ekonomi hanya Rp 1.843 triliun, tapi kalau kita bergerak ke ekonomi hijau ada hampir Rp 3.000 triliun potensi ekonominya, jadi hampir 2 kali lipat dibandingkan business as usual,” kata Bhima dalam diskusi Greenpeace di kawasan Jakarta Selatan, Selasa, (19/12/2023).
Bhima mengatakan perhitungan itu dibuat berdasarkan model ekonomi input dan output. Menurut dia, salah satu basis perhitungannya adalah apabila bank menyalurkan kredit sebesar Rp 125,8 triliun kepada dunia usaha.
Hasilnya, kata dia, apabila dana tersebut konsisten digunakan untuk mengembangkan ekonomi hijau, maka dampak terhadap PDB bisa mencapai hampie Rp 3.000 triliun.
“Kalau ada komitmen politik, dukungan yang lebih serius dari perbankan, dari lembaga pembiayaan, dari fiskal, dari sisi moneter kebijakan mendukung ke arah sana, maka akan ada PDB yang diciptakan lebih besar, hampir Rp 3.000 triliun dalam 10 tahun ke depan,” ujar Bhima.
Selain terhadap PDB, dia mengatakan transisi ekonomi hijau juga akan berdampak baik kepada pengusaha. Bhima memperkirakan potensi ekonomi yang akan berdampak kepada pengusaha apabila fokus mengembangkan ekonomi hijau mencapai Rp 1.517 triliun.
“Jadi pengusaha kalau tidak mendukung transisi ke ekonomi hijau, menghambat transisi dan masih senang dengan fosil, dia akan kehilangan surplus yang sangat besar,” ungkap Bhima.
Tak cuma pengusaha, dia mengatakan masyarakat juga akan ketiban untung dari transformasi hijau. Dia memperhitungkan apabila bisnis dilakukan seperti biasa maka keuntungan ekonomi yang sampai pada masyarakat hanya Rp 582,3 triliun. Namun apabila sektor hijau didorong maka akan memberikan kontribusi pada ekonomi masyarakat sebesar Rp 902,2 triliun.
Dia mengatakan keuntungan kepada masyarakat itu muncul karena ekonomi hijau jauh lebih stabil. Sementara itu, ekonomi yang digerakkan oleh bahan bakar fosil maupun yang bergantung pada komoditas sumber daya alam cenderung tidak stabil, dengan harga yang bisa sangat naik dan turun. Harga yang naik turun itulah yang menyebabkan biaya kebutuhan hidup masyarakat naik.
“Kita harus move on dari ekonomi yang naik turun tidak bisa kita perkiraan,” kata dia.