Tiga pasangan capres-cawapres resmi menandatangani naskah deklarasi Pemilu Damai di Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta Pusat, Senin (27/11/2023).
Sebelum diteken, naskah deklarasi Pemilu Damai 2024 itu dibacakan terlebih dahulu. Pembacaan naskah dipimpin Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari.
Pembacaan naskah deklarasi oleh Hasyim kemudian ikuti oleh tiga pasangan capres-cawapres, Anies Baswedan–Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo–Mahfud Md, serta diikuti juga oleh 18 partai politik peserta Pemilu 2024.
Naskah itu berisi tiga poin yang mesti ditaati para peserta Pemilu 2024. Mulai dari pemilu yang diharapkan berjalan adil, damai, tanpa politik uang, hingga pelaksanaannya sesuai dengan aturan undang-undang.
“Naskah deklarasi pemilu tahun 2024. Peserta pemilu, satu, mewujudkan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, dan adil. Dua, melaksanakan kampanye pemilu yang aman, tertib, damai, berintegritas, tanpa hoaks, tanpa politisasi sara, dan tanpa politik uang,” kata Hasyim.
“Tiga, melaksanakan kampanye pemilu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” lanjut dia.
Sebelumnya, ketiga pasangan capres-cawapres telah terlebih dahulu meneken deklarasi kampanye damai, tertib, dan juga taat hukum peserta Pemilu 2024 oleh Bawaslu.
Penandatanganan deklarasi kampanye damai, tertib, dan juga taat hukum peserta Pemilu 2024 dilaksanakan dalam Rapat Koordinasi (Rakornas) Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilu (Gakkumdu).
Dengan ini, ketiga pasangan capres dan cawapres mendukung terselenggaranya pemilu yang penuh damai.
Bisakah Pemilu 2024 Berjalan Damai?
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, mengatakan damai atau tidaknya pemilu dan kampanye sangat tergantung pada masalah kecurangan. Kalau kemudian ada penyelewengan, abuse of power, dan kekuasaan yang dipakai untuk menguntungkan salah satu paslon, maka kemudian muncul potensi pemilu tidak netral.
“Kita tetap khawatir soal netralitas, karena sistem pemilu kita perangkatnya itu belum betul-betul jalan sendiri. Peluang terjadinya kecurangan, tidak netral, pelanggaran ASN, tetap ada sepanjang kita belum punya aturan sistem yang sudah mandiri,” kata Pangi kepada Liputan6.com, Selasa (28/11/2023).
“Misalnya saja dalam kotak suara kita masih manual, itu kan masih konvensional, jadi dimanapun masih terbuka peluang melakukan kecurangan dan manipulasi, karena memang kita belum terlalu kuat pada sistem pemilu.”
Pangi menjelaskan, panas atau tidaknya pemilu 2024 benar-benar tergantung pada proses demokrasi dan kematangan sistem pemilunya.
“Sistem pemilu kita setel atau tidak, termasuk fitur-fitur pendukung demokrasi, fitur-fitur penyelenggaraan pemilu, pengawas pemilu, termasuk bagaimana pemilu yang betul-betul fair, equal, tidak partisan, yang betul-betul lapangan datar.”
“Jadi damai atau tidak tergantung potensi diskrikminasi dan kecurangan. Konteks pemilu damai kan bukan siapa yang mau berdamai, tapi siapa yang tidak fair,” ucapnya.
Sementara Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menilai, dari segi isu, pemilu 2024 takkan sepanas 2019 karena tak berbasis isu agama.
Pilpres 2024, kata dia, isunya tentang putusan Mahkamah Konstitusi dan politik dinasti yang dalam banyak tak terlampau diketahui oleh publik. Hanya kelompok atas saja yang paham isu itu.
“Tapi dari segi gesekan politik, pilpres 2024 potensial lebih panas dari 2019 karena menyangkut persaingan pecah kongsi antara Jokowi dan Megawati. Ini bukan sekedar pemilu, tapi juga menyangkut harga diri. Residunya bisa lama,” kata Adi kepada Liputan6.com, Selasa (28/11/2023).
Ia mengatakan, potensi kecurangan juga cukup terbuka di Pilpres. Misalnya politik uang, penyelenggara pemilu yang tak netral, serta aparatur pemerintah yang bekerja untuk calon atau partai tertentu.
“Ini warning supaya penegak hukum netral dan tegak lurus pada konstitusi untuk tak miring-miring dan cawe-cawe dengan urusan politik elektoral yang partisan. Aparat harus netral. Itu harga mati demi demokrasi yang sehat,” tambahnya.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago mengatakan soal aspek netralitas, sebenarnya semua paslon punya ruang yang sama. Sebab, tiga paslon bagian dari pemerintahan Jokowi.
“Jabatan-jabatan yang dipegang oleh masing-masing partai juga memberi ruang kecurangan,” kata Arifki kepada Liputan6.com, Selasa (28/11/2023).
Ia juga tak menutup peluang aparat bakal netral. Pertama, karena semua paslon didukung oleh partai pemerintah. Kedua, tentu ada rasa saling was-was jika ada kecurangan.
“Viral di media sosial itu cukup berbahaya bagi paslon saat ini. Jadi menurut saya tiga paslon masih saling jaga,” ucapnya.