Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pentingnya memberikan hukuman yang seberat mungkin bagi bandar dan pengedar narkotika di wilayah Indonesia sebagai komitmen nyata dalam pemberantasan narkoba.
“Hukum sekeras-kerasnya pada bandar dan pengedar narkotika,” kata Jokowi melalui tayangan video dalam acara peringatan Hari Anti Narkotika Internasional di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana, Badung, Bali, pada Senin (26/6) malam.
Selain penegakan hukuman berat bagi bandar dan pengedar narkotika, Jokowi juga menginstruksikan peningkatan upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika.
Dalam upaya pencegahan, Jokowi meminta semua elemen masyarakat untuk memperkuat ketahanan keluarga dan meningkatkan kesadaran tentang bahaya narkotika sejak dini.
“Mari kita jadikan Hari Anti Narkotika Internasional tahun ini sebagai momentum untuk semakin memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,” ujar Jokowi.
Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI), Komjen Pol. Petrus Reinhard Golose, mengungkapkan bahwa BNN RI akan mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang terlibat dalam peredaran gelap narkotika, sesuai perintah Presiden RI.
“Kami akan memberantas para bandar narkoba dengan sungguh-sungguh, namun kami juga akan meningkatkan upaya rehabilitasi dan sosialisasi, terutama kepada generasi muda.
Acara peringatan malam ini merupakan upaya BNN RI untuk menyampaikan pesan serius kepada dunia internasional tentang kesungguhan negara kita dalam menghadapi permasalahan narkotika,” ungkapnya.
Golose menjelaskan bahwa BNN RI menggunakan berbagai strategi dalam upaya pemberantasan narkotika, termasuk pendekatan soft power, hard power, smart power, dan kerjasama dengan pihak lain.
Meskipun demikian, BNN RI tetap memprioritaskan tindakan pencegahan.
“Kami lebih fokus pada pendekatan soft power daripada hard power.
Kami berusaha menyelamatkan dengan program-program yang melibatkan masyarakat di tingkat akar rumput,” tambahnya.
Dalam konteks narkotika di Indonesia, Golose mengungkapkan bahwa ganja masih menjadi jenis narkotika yang paling dominan.
Namun demikian, keberadaan jenis narkotika baru juga menjadi perhatian serius bagi semua pihak.
“Ganja masih menjadi narkotika yang paling banyak digunakan di Indonesia, diikuti oleh metamfetamina.
Namun secara keseluruhan, penggunaan cannabis sativa (ganja) masih mendominasi, diikuti oleh metamfetamina atau kristal.
Namun, kami juga akan mengantisipasi masuknya heroin dan kokain,” jelas Golose.
Untuk mengatasi tantangan ini, dia menekankan pentingnya kerja sama dan kolaborasi, tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga dengan negara-negara di daerah segitiga emas, segitiga emas Kuning, negara-negara Afrika yang dulunya banyak berperan sebagai kurir, dan Amerika Selatan. (jpg)
Sumber : Radar Papua