Data Analyst Continuum Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Wahyu Tri Utomo mengatakan isu mengenai subsidi kendaraan listrik sempat ramai dibicarakan di media sosial Twitter.
Hal itu disampaikan berdasarkan hasil analisis respons masyarakat mengenai kebijakan subsidi kendaraan listrik menggunakan pendekatan big data yang diambil dari media sosial Twitter.
Menurut dia, trennya pembicaraan subsidi kendaraan listrik di Twitter itu mulai ramai pada 8 Mei 2023, di mana ada sekitar 200-an cuitan. Kemudian memuncak pada 10 Mei 2023 dengan 9.300-an perbincangan di Twitter, lalu turun pada 12 Mei 2023.
“Tren ini disebabkan oleh salah satu dari akun Twitter benama @ekowboy2. Dia menuliskan begini: kritik subsidi mobil listrik ini pro kontra, siapa yang Anda dukung? jika pilih Anies Baswedan retweet, jika pilih Luhut Binsar Pandjaitan likes,” ujar Wahyu membacakan tweet tersebut pada Ahad, 21 Mei 2023.
Unggahan tersebut memang merespons munculnya kritikan calon presiden Anies Baswedan pada 7 Mei 2023 dalam pidatonya di sebuah acara. Anies menilai subsidi kendaraan listrik itu dinilai kurang tepat sasaran dan seharusnya diberikan kepada transportasi publik.
Kemudian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menanggapi kritik tersebut dan meminta Anies Baswedan untuk menghadap serta langsung menyampaikan kritiknya. “Ini kemudian (tweet @ekowboy2) menjadi salah satu tweet yang paling banyak di retweet sekitar 6.000-an,” ucap Wahyu.
Wahyu menilai, hal itu mengindikasikan bahwa subsidi kendaraan listrik itu berkutat pada dua tokoh itu, yakni Anies dan Luhut. “Secara tidak langsung, Pak Anies diartikan sebagai yang kontra karena kritik sedangkan Pak Luhut sebagai yang mendukung karena salah satu yang cukup berkutat pada kebijakan tersebut,” tutur Wahyu.
Wahyu juga menjelaskan bahwa Indef telah menganalisis 18.921 data pembicaraan di Twitter dari 15.139 akun pada 8-12 Mei 2023. Alasan mengambil data dari Twitter, kata dia, karena merupakan platform yang representatif untuk menangkap aspirasi, kritik, ataupun masukan masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan isu sosial, politik, atau kebijakan dari pemerintah.
“Setelah kami ambil datanya, kami collect datanya dan coba bersihkan dari akun media atau dari buzzer, sehingga harapannya perbincangan didapatkan dari user asli saja setelah itu kita lakukan analisis untuk exposure, sentimen, dan juga topik perbincangan,” tutur Wahyu.
Hasilnya adalah dia menemukan bahwa 80,77 persen masyarakat di internet itu tak sepakat dengan subsidi kendaraan listrik atau mereka mengkritik kebijakan tersebut. Alasannya, kata Wahyu, salah satunya karena masyatakat menilai bahwa pembeli mobil listrik bukan orang yang butuh subsidi.
Asumsi ini, menurut dia, kemungkinan didasarkan pada asumsi bahwa secara harga, mobil listrik relatif mahal. “Maka hampir bisa dipastikan bahwa kalangan menengah ke bawah tidak akan membeli mobil ini, tidak akan mampu membeli mobil listrik,” ucap dia. Bahkan ada pula yang mempertanyakan soal siapa penerima subsidi kendaraan listrik itu.
“Yang beli paket dari kalangan menengah ke atas, kenapa menengah ke atas yang diberi subsidi, bukankah itu kurang pas dan sebagainya,” ucap Wahyu.
Sumber : Tempo