Menteri Keuangan (periode 2013-2014) Muhammad Chatib Basri buka suara terkait upaya meninggalkan dolar Amerika Serikat (AS). Belakangan, upaya dedolarisasi ini sudah mulai dilakukan oleh sejumlah negara.

Chatib memandang peran dari mata uang China yakni renminbi alias yuan diperkirakan dapat menggantikan peran dolar AS. Namun, hal ini bisa terjadi dalam waktu yang jangka panjang.

“Apakah dedolarisasi akan terjadi? Menurut saya peran dari mata uang Renminbi secara gradual memang akan meningkat, namun dibutuhkan waktu yang amat panjang untuk menggantikan US Dollar,” jelas Chatib dalam akun instagramnya @chatibbasri, dikutip Minggu (21/5/2023).

Menurut Chatib ada tiga alasan, mengapa peran yuan untuk menggantikan dolar AS dibutuhkan waktu yang sangat panjang.

Pertama, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekonom Barry Eichengreen dari Universitas California Berkeley, menunjukkan bahwa likuiditas renminbi saat ini masih sangat kecil.

Sementara untuk isu Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT), masih didominasi oleh dolar AS dan Euro yang masing-masing 40%. Di sisi lain, peran dari China dalam global aset baru sekitar 4%.

“Akibat based yang kecil ini, jika China kemudian negara-negara ingin berubah dari US Dollar ke renminbi, maka akan timbul transaction cost karena tidak semua partnernya menggunakan (Renminbi),” jelas Chatib.

Kedua, jika Renminbi ingin dipergunakan di semua negara, maka China harus melakukan capital account liberalisation. “Tanpa itu, Renminbi tidak fully convertable,” tuturnya lagi.

Ketiga, Chatib melihat yang sering menjadi perdebatan adalah apa yang disebut sebagai triffin dilemma.

Dilema Triffin atau paradoks Triffin adalah konflik kepentingan ekonomi yang muncul antara target domestik jangka pendek dan target internasional jangka panjang bagi negara-negara yang mata uangnya berperan sebagai mata uang cadangan global.

Dilema ini pertama kali diidentifikasi tahun 1960-an oleh ekonom Belgia-Amerika Serikat Robert Triffin.

Triffin menunjukkan bahwa negara yang mata uangnya ingin dipegang negara lain harus mau memasok mata uangnya untuk memenuhi permintaan cadangan valuta asing negara lain. Pasokan berlebih ini memicu defisit perdagangan

“Jika mata uang China diinginkan beredar di negara lain maka China harus menjalankan current account deficit, apakah China bersedia melakukan?,” kata Chatib mengakhiri penjelasan.

Baru-baru ini, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional atau IMF Kristalina Georgieva mengungkapkan, bagaimana saat ini dolar AS telah kehilangan statusnya sebagai mata uang cadangan utama dunia.

Adapun, Kristalina melihat pengganti dolar AS sebagai mata uang cadangan a.l. euro, poundsterling Inggris, yen Jepang dan yuan China. Dari mata uang tersebut, bos IMF melihat euro memegang potensi terbesar. “Mereka memainkan peran yang sangat sederhana,” ujarnya.

Patut disadari fenomena dedolarisasi atau buang dolar mulai dilakukan oleh banyak negara di dunia. India telah mengeluarkan kebijakan baru untuk semakin meningkatkan penggunaan rupee dalam perdagangan mereka sejak April 2023. Salah satunya dengan Malaysia dan Uni Emirat Arab (UEA).

Sejumlah negara juga sedang mendorong untuk melakukan dedolarisasi. Diantaranya aliansi negara BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), yang berencana meluncurkan mata uang baru.

Mata uang baru BRICS adalah inisiatif kolaboratif kelompok negara BRICS yang bertujuan menciptakan alternatif mata uang dunia yang independen dari dominasi dolar Amerika Serikat.

Di negara kawasan ASEAN juga berencana untuk meninggalkan dolar AS. Pada Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT ke-42 Asean 2023 di Labuan Bajo (11/5/2023), para pemimpin Para pemimpin negara Asean sepakat untuk mendorong penguatan konektivitas pembayaran regional dan transaksi mata uang lokal masing-masing negara atau dedolarisasi.

Indonesia pun telah mengurangi ketergantungan akan dolar sejak 2018. Bank Indonesia (BI) menggencarkan penggunaan mata uang lokal melalui settlement currency atau local currency settlement (LCS) dalam transaksi perdagangan bilateral Indonesia dengan negara mitra sejak 2018.

Local Currency Settlement (LCS) adalah penyelesaian transaksi bilateral antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara di mana setelmen transaksinya dilakukan di dalam yurisdiksi wilayah negara masing-masing.

Saat ini transaksi sudah lebih luas dilakukan, yakni lewat skema Local Currency Transaction (LCT). Indonesia telah menjalin kerja sama dengan sejumlah negara seperti Malaysia, Thailand, Jepang, China, dan Korea Selatan.

Di kancah internasional, Gubernur BI Perry Warjiyo bahkan menekankan pentingnya memperkuat dan meningkatkan kerja sama di antara negara-negara ASEAN+3 dalam konektivitas pembayaran dengan mempromosikan penggunaan mata uang lokal yang lebih luas untuk transaksi.

ASEAN+3 pun menyambut perkembangan kajian Sistem Pembayaran Lintas Batas, khususnya mengenai Penguatan Transaksi Mata Uang Lokal (Local Currency Transactions – LCT). LCT pun masuk dalam pembahasan Isu Tematik ASEAN+3.

Sumber : CNBC

Share.
Exit mobile version