Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua mendesak Kepala Polda Papua memproses secara pidana pelaku kerusuhan Wamena pada 23 Februari lalu. Mereka juga meminta agar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turun tangan untuk mengutus tuntas kematian 10 warga sipil dalam kerusuhan itu.
Direktur LBH Papua Emanuel Gobay dalam pernyataan tertulisnya mengatakan alasan polisi bahwa para korban tewas itu merupakan pelaku kerusuhan yang menyerang aparat tidak bisa diterima. Menurut dia, pemberian hukum kepada pelaku tindak pidana seharusnya tetap melalui mekanisme yang berlaku, yaitu pengadilan.
Gobay mengatakan penembakan oleh aparat kepolisian itu melanggar Pasal 17 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang melindungi semua orang untuk mendapatkan peradilan yang bebas dan tidak memuhi.X
Aparat polisi disebut melakukan penyalahgunaan senjata api hingga pelanggaran HAM berat
Dia menyebut bahwa tindakan aparat kepolisian tersebut masuk ke ranah penyalahgunaan senjata api dan tindak pidana pembunuhan atau dugaan pelanggaran HAM berat. Dia pun menyatakan bahwa masalah ini tak bisa diselesaikan melalui mekanisme kekeluargaan, mediasi, atau Restorative Justice.
“Sebab, kasus penyalahgunaan senjata api dan tindak pidana pembunuhan atau dugaan pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yang dialami oleh 10 orang warga sipil yang meninggal merupakan tindakan kesalahan pelaku yang relatif berat,” kata Gobay.
Gobay mengatakan penembakan itu memuat unsur kesalahan (schuld) atau niat jahat (mens rea) dalam bentuk kesengajaan (dolus atau opzet), terutama kesengajaan sebagai maksud atau tujuan (opzet als oogmerk) sebagaimana diatur pada Pasal 3 huruf a, angka 4, huruf a, angka 1 Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian perkara pidana.
Gobay juga menilai penyelesaian kematian korban Kerusuhan Wamena secara adat, dengan membayar denda, tak menghapus kewenangan penuntutan pidana.
Sebab, menurut dia, berdasarkan teori hukum pidana kewenangan menuntut pidana baru hilang jika perkara yang sudah diproses dan diproses kembali (Pasal 76 KUHP), pelakunya meninggal (Pasal 77 KUHP), dan kedaluwarsa atau masa penuntutannya berakhir (Pasal 78 KUHP).
“Dengan demikian tentunya melalui fakta pembayaraan denda dalam kasus kerusuhan di Wamena pada 23 Februari 2023 tidak membenarkan memberlakukan Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian perkara pidana karena tindak kesalahan pelaku relatif tidak berat dan tidak menjadi syarat hapusnya kewenangan menuntut pidana,” tutur Gobay.