Hingga hari ini, publik masih terus dibayangi oleh ketidakjelasan mengenai adanya transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan.
Seperti diketahui laporan transaksi janggal ratusan triliun itu bersumber dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) dari hasil analisa sepanjang tahun 2009-2023.
Koordinator Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK Natsir Kongah menjelaskan, semua data yang disampaikan kepada Kementerian Keuangan adalah transaksi terkait kasus yang ada di kepabeanan, cukai, dan pajak.
“Undang-undang menyebutkan bahwa PPATK menyampaikan hasil analisis terkait dengan bea dan cukai, serta pajak kepada direktorat yang ada di bawah Kemenkeu,” jelas Natsir kepada CNBC Indonesia, dikutip Sabtu (18/3/2023).
Begitu juga hasil analisis PPATK terkait korupsi yang disampaikan langsung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait dengan narkoba ke Badan Narkotika Nasional (BNN), dan seterusnya.
Natsir menjelaskan, terkait kasus transaksi Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan, memang ada beberapa hal yang terkait dengan oknum-oknum pegawainya. Pun beberapa diantaranya sudah diproses secara hukum.
Orang-orang yang dimaksud Natsir, diantaranya adalah Gayus Tambunan mantan pegawai Pajak golongan IIIA, tapi memiliki kekayaan sekira Rp 100 miliar, padahal gajinya Rp 12,1 juta per bulan.
Gayus kemudian ditangkap atas dugaan kasus Mafia Pajak oleh Bareskrim Polri pada 2010, dengan dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta atau subsider 3 bulan kurangan. , yang juga merupakan keberhasilan dari PPATK.
Gayus dinilai terbukti menyalahgunakan wewenang ketika menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) yang menyebabkan negara rugi Rp 570,92 juta.
Selain Gayus Tambunan, dalam laporan PPATK dengan transaksi mencapai Rp 300 triliun tersebut, kata Natsir ada juga beberapa nama yang masih masuk di dalam laporan analisis PPATK tersebut. Mengingat laporan itu adalah laporan transaksi periode 2009-2023.
“Bu Menteri sudah berikan sanksi dan hukuman sepertiyangdijelaskan. Terkait dengan pidana kan banyak juga yang sudah di bui. Gayus, Dhana, Bahasyim, dan lain sebagainya,” jelas Natsir.
Seperti diketahui Dhana Widyatmika mantan pegawai pajak yang ditahan oleh Kejaksaan Agung pada Maret 2012 atas dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp 2,5 miliar atas kepengurusan utang pajak PT Mutiara Virgo.
Dhana juga didakwa melakukan pemerasan dan pencucian uang. Oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, Dhana divonis hukuman penjara tujuh tahun pada November 2012. Dia kemudian melakukan banding ke Mahkamah Agung tetapi hukumannya malah diperberat menjadi 10 tahun.
Sementara Bahasyim Assifie divonis 10 tahun penjara pada Februari 2011, karena melakukan korupsi dengan menerima suap dari wajib pajak Kartini Mulyadi senilai Rp 1 miliar saat dirinya menjadi Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII DJP pada Februari 2005.
Menko Polhukam Mahfud MD, yang juga sekaligus sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU), memastikan tidak akan berhenti mengusut transaksi janggal di kementerian yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut.
“Berita itu tidak akan bisa ditutupi, dan itu tidak bisa direm karena sudah muncul ke publik. Harus jelas itu uang apa dan tidak bisa berhenti di situ,” kata Mahfud dalam keterangan videonya dari Australia, dikutip Jumat (17/3/2023).
Sejak Mahfud menggulirkan informasi transaksi Rp 300 triliun ke publik pada Rabu lalu, (8/3/2023) pertemuan antara ia dan pihak Kementerian Keuangan beruntun dilaksanakan pada hari setelahnya.
Bahkan Mahfud bertemu langsung Sri Mulyani pada Sabtu (11/3/2023) di Gedung Djuanda Kementerian Keuangan, Jakarta.
Namun, hasil pertemuan itu belum juga menemukan titik terang karena Sri Mulyani sendiri belum mengetahui dari mana angka total transaksi mencurigakan itu. Sri Mulyani bahkan meminta Kepala PPATK Ivan Yustiavandana merinci data itu ke publik.
Sampai Ivan datang ke kantor Sri Mulyani pada Selasa (14/3/2023) dan nilai transaksi gelap itu juga tak kunjung jelas bentuknya. Ivan hanya mengatakan transaksi itu tidak terkait dengan korupsi ataupun tindak pidana pencucian uang.
Oleh sebab itu, Mahfud berujar, akan kembali menemui Sri Mulyani sekembalinya ke Jakarta pada Senin (20/3/2023) setelah sepulangnya ia dari Australia. Mahfud mengatakan, akan menguak secara jelas nilai transaksi janggal di institusi itu bersama-sama dengan Sri Mulyani.